Pertanyaan
Assalamu’alaikum.
Nyuwun sewu. Mohon penjelasan tentang puasa-puasa sunnah di bulan Muharram. Tanggal berapa saja? Karena almarhumah Ibu saya sering mengajak saya puasa pada sebelum tanggal 1 dan sebelum tanggal 10. Tapi, saya ragu tentang dasar hukumnya, terutama sebelum tanggal 1.
Atas penjelasannya saya ucapkan matur nuwun.
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
(Pak Bagyo Ngeblak- 0857-4734-xxxx)
Jawaban
Sebelumnya, perlu kita ketahui puasa sunnah terbagi dalam dua kategori.
1. Puasa sunnah yang telah ditentukan waktunya/harinya (mu’ayyanah).
Termasuk dalam kategori ini adalah puasa Senin dan Kamis, puasa Arafah (9 Dzulhijjah), puasa Tasu’a ( 9 Muharram), puasa Asyura (10 Muharram), puasa Daud, puasa 6 hari bulan Syawal, puasa hari putih (ayyamul Bidh; setiap tanggal 13, 14, dan 15 Hijriah), dan puasa hari gelap (ayyamus sud; setiap tanggal 27, 28, dan 29 hijriah atau setiap 28, 29, dan 30 hijriah).
2. Puasa sunnah yang tidak terikat oleh waktu atau hari tertentu (muthlaqah). Puasa ini didasari kecintaan seseorang pada ibadah puasa dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap semakin bertambahnya pahala. Boleh-boleh saja kita berpuasa sunnah muthlaqah ini, asal tidak dilakukan pada hari-hari terlarang (dua hari dan tiga hari tasyriq).
Selanjutnya, berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, dua kategori puasa sunnah di atas tetap kita jadikan rujukan.
1. Puasa sunnah mu’ayyanah
a. Puasa Tasu’a (9 Muharram)
Puasa ini sangat dianjurkan, sebagaimana penuturan Abdullah bin ‘Abbas:
حين صام النبي صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمرنا بصيامه قالوا يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا كان العام المقبل صمنا يوم التاسع فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Ketika Rasulullah berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan kami agar juga berpuasa, para sahabat lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah bersabda: ‘Apabila tiba tahun depan, Insya Allah kita akan berpuasa pula pada tanggal 9 (Muharram).’ Belum sampai tahun depan, ternyata Rasulullah Saw meninggal.” (HR. Muslim)
b. Puasa Asyura (10 Muharram)
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ فَرَأَى الْيَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: “مَا هَذَا؟ “قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ نَجَى اللهُ فِيْهِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى قَالَ: “فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ” فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Ketika tiba di Madinah, Rasulullah mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah bertanya, “Hari apa ini?” Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari mulia. Allah menyelamatkan Bani Israil (Nabi Musa dan kaumnya) dari musuh mereka pada hari ini. Lalu Musa berpuasa pada hari ini (dalam rangka bersyukur).” Rasulullah lalu bersabda, “Seharusnya akulah yang lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Setelah itu Rasulullah berpuasa dan memerintahkan (kaum muslimin) untuk berpuasa pula.”
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ. قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Rasulullah ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keutamaan puasa ’Asyura. Beliau menjawab, “Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Sejarah Puasa Asyura
c. Puasa 11 Muharram
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً
“Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura dan berbedalah dengan orang-orang Yahudi, (yaitu) berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah)
2. Puasa sunnah muthlaqah
Memperbanyak puasa sunnah (muthlaqah) pada bulan Muharram merupakan anjuran Rasulullah. Beliau bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah -Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (H.R. Muslim)
Apakah ada aturan khusus puasa sunnah muthlaqah ini? Tidak ada! Kita bisa melaksanakannya sekehendak kita, semau kita, di tanggal berapa pun dan hari apa pun tanpa terikat tanggal atau hari tertentu.
Selanjutnya, berkaitan dengan puasa sebelum tanggal 1 Muharram, yang berarti sehari atau beberapa hari terakhir dari bulan Dzulhijjah), memang ada hadits tentang anjuran berpuasa pada akhir tahun dan awal tahun. Namun, hadits ini dinilai sangat dhaif (lemah) atau bahkan maudhu’ (palsu), di antaranya oleh Ibnu Al-Jauzi dan As-Suyuthi, karena adanya dua perawi pendusta (Al-Jubaibari/Al-Juwaibari dan Wahb bin Wahb).
Berikut hadits yang dimaksud:
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Siapa berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal bulan Muharram, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa pula. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarat/pelebur dosanya selama 50 tahun.”
Sampai di sini, apakah berarti kita diharamkan atau divonis sebagai pelaku bid’ah apabila berpuasa pada satu hari atau beberapa hari terakhir bulan Dzulhijjah?
Untuk menjawabnya, perlu kita urai kembali bahwa hari-hari yang haram digunakan berpuasa adalah 1 Syawal dan 10, 11, 12, serta 13 Dzulhijjah. Dengan demikian, hari-hari terakhir bulan Dzulhijjah tidak termasuk hari yang diharamkan berpuasa. Berarti kita boleh berpuasa pada hari-hari tersebut.
Pertanyaannya, puasa apa saja yang boleh kita lakukan pada hari-hari terakhir bulan Dzulhijjah?
- Puasa Ayyamus sud (puasa hari gelap) tanggal 27, 28, dan 29 atau tanggal 28, 29, dan 30, sebagaimana dianjurkan dalam mazhab Syafi’i.
قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ: وَيُسَنُّ صَوْمُ أَيَّامِ السُّودِ وَهِيَ الثَّامِنُ وَالْعِشْرُونَ وَتَالِيَاهُ، وَيَنْبَغِي أَنْ يُصَامَ مَعَهَا السَّابِعُ وَالْعِشْرُونَ احْتِيَاطًا. قَالَ ابْنُ الْعِرَاقِيِّ: وَلَا يَخْفَى سُقُوطُ الثَّالِثِ مِنْهَا إذَا كَانَ الشَّهْرُ نَاقِصًا، وَلَعَلَّهُ يُعَوَّضُ عَنْهُ بِأَوَّلِ الشَّهْرِ الَّذِي يَلِيهِ وَهُوَ مِنْ أَوَّلِ أَيَّامِ السُّودِ أَيْضًا لِأَنَّ لَيْلَتَهُ كُلَّهَا سَوْدَاءُ، وَخُصَّتْ أَيَّامُ الْبِيضِ وَأَيَّامُ السُّودِ بِذَلِكَ لِتَعْمِيمِ لَيَالِي الْأُولَى بِالنُّورِ وَلَيَالِي الثَّانِيَةِ بِالسَّوَادِ، فَنَاسَبَ تَزْوِيدَهُ بِذَلِكَ لِإِشْرَافِهِ عَلَى الرَّحِيلِ وَشُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى فِي الْأُولَى وَطَلَبًا لِكَشْفِ السَّوَادِ فِي الثَّانِيَةِ
(كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج -ج 3 – ص 208)
- Puasa Senin atau Kamis, jika kebetulan akhir bulan Dzulhijjah adalah hari Senin atau Kamis.
- Puasa Daud, jika memang telah terbiasa puasa Daud.
- Puasa sunnah muthlaqah, namun tidak mendasarkannya pada hadis yang telah dinilai palsu oleh para ahli hadits.
Di sinilah pentingnya menata dan meluruskan niat karena ia sangat menentukan keabsahan ibadah kita.
Kesimpulan
1. Puasa bulan Muharram
ü Disunnahkan berpuasa Tasu’a dan Asyura serta memperbanyak puasa sunnah lain pada bulan Muharram.
ü Boleh berpuasa pada 10 Muharram saja. Dalam hal ini, menurut Ulama Hanafiyah hukumnya makruh. Sementara menurut ulama Malikiyah, syafi'iyah, dan hanabilah tidak makruh.
ü Disunnahkan puasa tanggal 9 Muharram (Tasu’a) sekaligus 10 Muharram (Asyura).
ü Baik pula berpuasa tiga hari berturut-turur, yakni tanggal 9, 10, & 11 Muharram.
ü Bagi yang tidak sempat berpuasa pada tanggal 9 Muharram, boleh berpuasa pada 10 & 11 Muharram.
ü Lebih baik lagi jika memperbanyak berpuasa pada Muharram. Termasuk dalam kategori memperbanyak puasa adalah mulai tanggal 1 sampai 10 Muharram.
Baca juga: Bolehkah Puasa Tanggal 10 dan 11 Muharram?
2. Puasa Akhir Dzulhijjah
ü Boleh berpuasa pada akhir Dzulhijjah dengan niat puasa ayyamus sud (puasa hari gelap) tanggal 27, 28, dan 29 atau tanggal 28, 29, dan 30.
ü Puasa Senin atau Kamis, jika kebetulan bertepatan dengan hari Senin atau Kamis.
ü Puasa Daud, jika memang terbiasa puasa Daud.
ü Puasa sunnah muthlaqah, namun tidak mendasarkan puasanya pada hadis yang telah dinilai palsu oleh para ahli hadits.
Wallahu a’lam
Tulisan ini dipublikasikan juga di https://babarusyda.blogspot.com
No comments:
Post a Comment